Wednesday 22 July 2009

Inilah pelaku bom bunuh diri di JW Marriot dan Ritz charlton...???



Semua pasti sangat menyesalkan mengapa terjadi bom bunuh diri di JW Marriot dan Ritz charlton beberapa waktu yang lalu. Dilihat dari sisi apapun, bom bunuh diri tidak dapat dibenarkan. Namun tahukah anda sebenarnya siapa pelaku bom bunuh diri yang sebenarnya?.....artikel berikut menggambarkan tentang seseorang yang dicurigai sebagai pelaku bom bunuh diri tersebut.

Nur Sahid alias Nur Hasbi alias Nur Hasdi (foto), warga Temanggung yang diyakini sebagai seorang bomber Kuningan II, minim diketahui polisi. Namanya sendiri baru muncul saat polisi menggerebek sebuah rumah di Wonosobo dan menembak Abdul Hadi dan Jabir, dua tangan kanan Noordin Mohd Top pada 2006 lalu.

Saat itu, kendati terlibat, namun peran Sahid dalam jaringan masih berada di level dasar. “Saya memang sempat mendengar namanya. Tapi belum pernah tahu aksi-aksinya. Tidak pernah terlihat di Afghanistan, tidak diketahui di Kamp Hudaibiyah, Filipina. Saya juga ragu apakah Sahid juga terlibat di Poso maupun Ambon,” ucap seorang anggota JI senior yang tak mau disebut namanya.


Hanya, sumber tersebut mengaku tak berani memastikan apakah bukan Nur Sahid sebagai pelaku bom bunuh diri. “Karena, saya dengar dia (Sahid-red) sudah terlibat di dalam kelompok Noordin sejak 2006,” urainya. Bisa jadi, setelah Abdul Hadi dan Jabir (dua orang tangan kanan Noordin-red) tertembak mati, maka peran Nur Sahid dalam kelompok ini menjadi penting.

Hal ini diperkuat oleh sebuah sumber di kepolisian. “Arahnya memang seperti itu. Dari data-data yang kami kumpulkan, Nur Sahid ini pernah mendapat didikan langsung dari Noordin Mohd Top,” katanya.

Sumber tersebut menuturkan bahwa dalam JI, segala sesuatunya bisa cepat berubah. Salah satunya adalah Abu Dujana. Sebelum ditangkap polisi dan kemudian dibuktikan keterlibatannya dalam beberapa serangan bom, sumber tersebut mengaku tak bisa mempercayainya. “Orangnya halus, dan bukan kelompoknya Ali Ghufron,” tambahnya. Tapi, ternyata Abu Dujana kemudian malah terlibat.

Kendati sudah mengarah ke pecahan kelompok Jemaah Islamiyah dan sudah mendapatkan profilnya, namun hingga kemarin polisi belum berani tepat memastikan dari kelompok mana dan siapa-siapa yang menjadi jaringan di belakangnya.

Hingga kemarin, telunjuk polisi memang masih kuat mengarah ke orang-orang Kompak (komite penanggulangan krisis). Sebagian dari orang-orang kelompok ini sudah ditangkap polisi di Plumpang, Palembang, dan Cilacap. Berdasar rangkaian bom yang ditangkap, serta analisa mengenai kemampuan dan olah TKP, arahnya ke kelompok ini.

Kelompok ini beranggotakan banyak “lulusan” Ambon dan Poso. Hanya, memang sejak awal kelompok ini sudah mendapat back up dari sejumlah pentolan Jamaah Islamiyah (JI). Kelompok ini berdiri pada 2000. Pendiriannya dibidani oleh Ali Imron, tersangka kasus terorisme yang ditangkap usai Bom Bali I pada 2002 lalu.

Bersama Aris Munandar, juga tersangka kasus terorisme yang telah ditangkap, Ali Imron kemudian menghimpun dana umat muslim untuk penanganan krisis di Poso dan Ambon. Alih-alih menggunakannya untuk membeli sembako, dana yang ada kemudian digunakan untuk membeli peluru, bahan peledak, dan sejumlah peralatan militer lainnya.

Yang menjadi instruktur orang-orang Kompak adalah orang-orang JI. Untuk ini, seorang perwira yang terlibat dalam Satgas Bom menyebut bahwa ini tak lain ya JI itu sendiri. “Apapun namanya. Entah itu Kompak, entah itu Samala, entah itu Simili, tapi tetap saja ilmu dan doktrinnya diperoleh dari orang-orang JI,” ucap sumber tersebut.

Untuk itu, sumber tersebut mengatakan pihaknya tidak terlalu memusingkan nama. “Karena dalam konteks sekarang, kelompok yang mampu dan mempunyai motivasi peledakan bom ya kelompok pecahan JI itu,” tandasnya. Kalau kemudian membina kelompok baru atau orang baru, sumber tersebut mengatakan sumbernya dari JI. “Hanya kita petakan, kelompok-kelompok mana yang aktif saat ini,” tambahnya.

Selain itu, sumber tersebut juga mulai menyebut nama Dulmatin. “Ada indikasi Dulmatin kembali masuk ke Indonesia,” tuturnya. Dia kemudian menjelaskan bahwa sempat ada kabar yang menyebutkan Dulmatin telah tewas di Moro, Filipina, dalam sebuah serangan tentara Filipina. Namun, hingga kini belum ada yang bisa memastikan kebenarannya.

Dulmatin sendiri adalah seorang anggota senior Jamaah Islamiyyah yang dikenal kemampuannya dalam meracik bom. Dia disebut-sebut bisa mengubah gula menjadi sebuah bahan peledak dengan campuran kimia tertentu. “Artinya, Kompak tidak akan mampu berbuat banyak bila tanpa ada sokongan Noordin atau Dulmatin,” kata seorang anggota senior JI kepada Jawa Pos (grup POSMETRO MEDAN).

Inisial N Belum Diungkap Polisi

Setelah inisial N diungkap Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri 17 Juli 2009 lalu, hingga saat ini polisi belum mau membuka nama lengkap pelaku bom di JW Marriott. Polisi juga menegaskan bahwa foto potongan kepala yang diduga pelaku bom yang beredar luas bukan dari Polri.

“Polri tidak akan memyampaikan apa pun sebelum sumbernya jelas. Foto yang beredar bukan dari kepolisian. Kami hanya mempublikasikan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Kami mengimbau agar semua pihak bersabar,” kata Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak dalam jumpa pers di Jakarta Media Center, Gedung Bellagio, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/7/2009).

Sulistyo mengklarifikasi Polri belum pernah mengatakan bahwa N sebagai pelaku peledakan bom. “Dengan beredarnya inisial N dan sudah ditayangkan media berdasarkan sumber, Polri belum mengatakan bahwa N adalah pelakunya. Penyelidikan Polri mengacu pada transparansi hukum dan akuntabilitas. Kami masih melaksanakan investigasi, kami belum mendapatkan informasi yang dinamis. Informasi seperti itu justru kami tampung,” jelas dia.

Saat ditanya apakah penghuni kamar 1808 Hotel JW Marriott sudah bisa dipastikan sebagai pelaku, Sulistyo juga menjawab sangat datar. “Mengenai penghuni kamar masih terus dikembangkan. Pelakunya bisa saja lebih dari dua orang. karena pelaku kan macam-macam. Ada eksekutor, ada pengawas,” kata dia.

Setelah pemberitaan inisial N yang sudah beredar di masyarakat, muncul bahwa pelaku bom adalah Nur Sahid alias Nur Said alias Nuri Hasdi alias Nur Hasbi alias Nurdin Aziz. Nur Sahid sendiri sudah tidak pulang ke rumahnya sejak empat tahun lalu. Namun, keluarga membantah bahwa Nur Sahid adalah teroris.

Indikasi bahwa pelaku bom ada Nur Sahid semakin menguat setelah kedua orangtuanya dijemput polisi pagi tadi. Kabarnya, kedua orangtua Nur Sahid dijemput polisi untuk menjalani tes DNA. (jpnn/dc)POSMETRO-MEDAN.COM

Nur Hasdi Pernah Ngajar Pesantren di Majalengka

MAJALENGKA – Nur Hasbi alias Nur Hasdi alias Nur Sahid yang disebut-sebut sebagai pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriot Jakarta, diduga pernah bermukim di Kabupaten Majalengka. Lelaki kelahiran Dusun/Desa Katekan Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung itu pernah tujuh tahun tinggal di Kota Angin, yaitu sejak 1999 hingga 2006.

Sepanjang kurun waktu tersebut Nur Hasbi banyak beraktivitas di sejumlah pondok pesantren di Majalengka. Pesantren yang pernah menjadi tempatnya mengajar adalah sebuah pesantren di Kecamatan Maja dan Kecamatan Majalengka.

Dede Mulyana, warga Desa Cicurug Kecamatan Majalengka, mengatakan, foto Nur Hasbi alias Nur Sahid yang beredar di media massa itu mirip dengan Ustad Nur Sahid yang pernah tinggal di rumah orang tuanya, Jalan Satari Majalengka. “Bila dilihat memang ada kemiripan antara foto yang dimuat media massa dengan Sahid yang dulu tinggal di rumah orang tua kami di Jalan Satari,” kata dia, Senin (20/7).

Menurut Dede, selama berada di Kabupaten Majalengka, Nur Sahid yang dikenalnya pernah aktif menjadi pengajar di beberapa pesantren. “Meski pernah tinggal satu rumah, kami tidak pernah tahu apalagi yang menjadi aktivitasnya di luar,” tuturnya.

Selama tinggal di rumah orang tuanya di Jalan Satari, Nur Sahid sering pulang malam dan terkadang tidak pulang. Bahkan ketika akan meninggalkan rumah juga tidak permisi dan meninggalkan sejumlah buku-buku tentang jihad dan sejenisnya. “Buku-bukunya banyak yang tidak dibawa, salah satunya buku ini,” kata Dede sambil menunjukkan buku yang tertera tandatangan Nur Sahid.

Meski wajah yang ditampilkan media massa mirip Ustad Sahid yang dikenalnya, Dede berharap, itu bukan pria yang pernah tinggal di rumah orang tuanya.

Sementara itu, Ustad Nuruddin, salah satu pengasuh pontren yang diduga tempat Nur Sahid mengajar, mengaku tidak mengetahui nama Nur Hasbi atau Nur Sahid. Terlebih bila mengajar pada periode 2002-2006. “Kami kurang tahu tentang nama Nur Sahid, namun tidak menutup kemungkinan nama itu ada pada generasi pengajar sebelumnya,” kata dia.

Sayangnya, pimpinan pondok pesantren tersebut, tidak ada di tempat ketika hendak dikonfirmasi.

TAK PERNAH BERI TAHU ALAMAT

Sementara itu, Nur Hasdi dikenal sebagai sosok yang ramah. Dia menikah pada 2000 dan mempunyai dua anak.

Pada 2001, Hasdi memboyong istri dan anaknya ke Semarang. Namun, dia tidak pernah memberitahukan alamat tempat tinggalnya kepada keluarga. Itulah yang terkesan misterius.

Fakta-fakta tersebut diungkap Ny Siti Lestari. Ibu mertua Nur Hasdi itu kemarin (20/7) bertutur tentang menantunya tersebut ketika didatangi Radar Solo (Grup Radar Tasikmalaya) di rumahnya, Desa Ngalas Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Perempuan 50 tahun itu adalah ibu kandung Dwi Prastiwi (32). Dwi adalah istri Nur Hasdi. “Ayo, silakan masuk,” kata Siti dengan ramah di depan rumahnya yang sederhana. Wajahnya terkesan murung.

“Saya kepikiran berita yang menyebutkan Nur Sahid itu pelaku pengeboman. Saya tidak percaya itu,” katanya. Di keluarga Siti, Nur Hasdi dipanggil dengan sebutan Nur Sahid.

Siti lantas bercerita tentang menantunya itu. Di mata dia, sosok Nur Sahid lemah lembut, tidak pernah berkata kasar kepada siapa pun, termasuk kepada istrinya.

Nur Sahid, kata Siti, menikahi Dwi pada 2000. “Setelah menikah, dia (Nur Sahid) tinggal bersama kami, kira-kira setengah tahun,” ceritanya. Selama itu, tidak pernah ada gelagat yang menunjukkan bahwa Nur Sahid adalah anggota organisasi massa tertentu. “Sore dia sudah pulang dari kerja. Setelah itu ke masjid sampai Isya,” tambahnya.

Pada 2001, Nur memboyong istrinya ke Semarang. Mengapa pindah ke Semarang? Siti mengatakan, sampai sekarang dirinya tidak pernah tahu alasan pasti menantunya itu mengajak Dwi pindah ke Semarang. Siti juga menyatakan tidak pernah diberi tahu alamat tempat tinggal Nur di Semarang. “Kami berkomunikasinya dengan telepon,” lanjutnya, yang dibenarkan sang suami, Prasojo (57).

Setiap kali menelepon, Siti mengatakan hanya berkomunikasi dengan Dwi, putrinya. Melalui hubungan telepon itulah, diketahui bahwa Nur dan Dwi dikaruniai dua anak.

Soal dugaan keterlibatan menantunya dengan kelompok teroris, Siti juga tidak percaya. Apalagi dia sudah menyaksikan tayangan hasil rekaman CCTV di Hotel JW Marriott yang menggambarkan sosok pria bertopi pembawa koper dan ransel yang dicurigai sebagai pengebom bernama Nur Hasdi alias Nur Sahid alias Nur Hasbi. “Melihat cara jalannya, pria itu bukan mantu saya. Saya hafal betul bagaimana dia berjalan,” tuturnya. Siti sesekali mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Hal yang sama disampaikan Gesang Bhekti Prayoga, adik kandung Dwi yang juga adik ipar Nur Sahid. Dia mengatakan tidak percaya bahwa kakak iparnya adalah pelaku bom bunuh diri di Marriott. Dia justru meminta polisi segera mengusut tuntas jati diri pengebom tersebut.
“Kalau ingin kepastian, tunggu saja dulu tes DNA keluarga kakak ipar saya. Jangan lantas membuat opini di media bahwa seolah-olah pelakunya Nur Sahid,” ujarnya.

Petugas dari Laboratorium Forensik Mabes Polri memang sedang berupaya untuk mencari kejelasan identitas pengebom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton. Salah satu caranya adalah melakukan tes DNA terhadap potongan tubuh yang diduga sebagai pengebom, untuk selanjutnya dicocokkan dengan DNA milik keluarga Nur Hasdi. Tujuannya mengungkap apakah potongan kepala yang diduga sebagai pengebom itu benar-benar kepala Nur Hasdi.

Menurut Kepala Desa Ngalas Tri Setyo Nugroho, secara administrasi keluarga Nur Sahid memang masih terdaftar sebagai warga Desa Ngalas. Salah satu buktinya adalah kartu keluarga (KK) dengan nama Nur Sahid Abdurrahman belum dicabut. KK itu dibuat sebelum dia menjabat.

“Saya baru dua tahun terpilih. Jadi, belum pernah bertemu dengan Pak Nur Sahid. Tapi, nama keluarga tersebut masih tercatat sebagai warga di sini,” ujarnya. (oh/jpnn/kum)RADAR TASIKMALAYA



No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Halo sobat...nama saya Didik Sugiarto.....Saya bukanlah blogger profesional....hanya sekedar hobi ngeblog dan juga belajar cara mencari uang dengan blog.....adsense, amazon, clickbank dll.......semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua.