(Pemimpin Sejati)
Tulisan ini aku tulis sewaktu aku tanpa sengaja membaca sebuah buku yang yang membahas tentang babad tanah jawa. Disitu diceritakan tentang ramalan jayabaya, yang menggambarkan perjalanan bangsa Indonesia dari waktu ke waktu. Sampai pada kisah
Hadirnya seorang pemimpin yang ditunggu-tunggu yang biasa disebut satrio pinilih.sebenarnya siapa sih pemimpin itu?
Menurutku, seorang pemimpin haruslah mampu menahan hawa nafsunya. Dalam bahasa jawa Babahan Howo Songo. Kesembilan hawa nafsu tersebut diantaranya lima panca indera dan 4 lainnya adalah keinginan berlebihan terhadap harta, wanita, kekuasaan, dan keluarga. Itulah sebabnya pemimpin yang sejati disebut dengan satrio pinilih. Yaitu seseorang yang benar-benar dipilih karena kelebihannya tersebut diatas. Dia mampu memmpin dirinya sendiri dan mampu mengendalikan semua hawa nafsunya. Dialah pemimpin yang selalu diidamkan sepanjang masa.
Memang berat menjadi pemimpin, selain harus mmpu menahan semua godaan juga harus mampu memberikan tauladan kepada yang dipimpinnya. Seperti pepatah dibawah ini :
Ing ngarso sung tulodo
Ing madya mangun karso
Tutwuri handayani
artinya : di depan memberi contoh, ditengah memberi semangat, di belakang memberdayakan.
Tiap-tiap diri adalah pemimpin. Dan seorang pemimpin harus mampu memberi tauladan bagi yang dipimpinnya. Tanpa tauladan yang benar tidak mungkin suatu kepemimpinan akan berjalan dengan baik.Semboyan tersebut diatas sangatlah terkenal dikalangan pendidik karena dipopulerkan oleh bapak pendidikan kita Kihajar Dewantara. Tapi masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Aku yakin setiap pemimpin dalam hati nuraninya yang paling dalam pasti ingin menjadi pemimpin yang baik. Tai karena besarnya godaan menyebabkan dia lupa pada kebaikan.
Mengapa syair itu relevan dengan kondisi sekarang ini?
Aku melihat bahwa sekarang orang lebih mencintai jabatan daripada tanggung jawab yang diemban dari jabatan itu, coba kita lihat disekitar kita banyak sekali orang yang berlomba-lomba untuk mencari jabatan dengan segala cara asal tercapai tujuannya. Tidak malu-malu untuk menjilat, menyogok, ataupun melobi dengan segala cara demi mendapatkan jabatan.
Sebenarnya apa sih jabatan itu?
Apa benar jabatan bisa meningkatkan kebahagiaan?
Menurutku jabatan adalah amanah. Seorang pejabat adalah seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus mampu memberikan tauladan atau contoh bagi yang dipimpinnya. Berat bukan? Tapi mengapa banyak orang yang memperebutkannya? Karena enak sih.mungkin saja begitu. Tidak jarang orrang mencari jabatan hanya untuk sekedar menari kekayaan dan untuk pamer kebanggan saja. Sehingga ketika dia menjabatyang dipikirkan hanyalah bagaimana memperoleh kekayaan lebih besar lagi dan tidak peduli pada amanah yang dia embank. Dia tidak peduli pada nasib yang menimpa karyawan dibawahnya. Yang penting dirinya dapat memperoleh harta benda yang lebih banyak lagi.
Memang sifat dasar manusia adalah tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya. Dia selalu ingin memiliki lebih lebih dan lebih banyak lagi. Kalau perlu seluruh dunia ini bisa dia miliki semuanya. Alias Rakus bin tamak alias serakah bin medit.
Kadang aku berpikir ada benarnya pepatah yang mengatakan bahwa harta itu laksana air laut semakin diminum semakin haus dan tidak akan mau berhenti sebelum ajal menjemputnya.
Kalau pemimpinnya saja begitu tamak terhadap harta bagaimana mungkin dapat memimpin anak buahnya? Bisakah seorang pemimpin yang hidup berkelimpahan harta mengharapakan rakyatnya untuk hidup sederhana? Bisakah seorang pemimpin mengatakan kepada seluruh rakyatnya mari berhemat sementara dia sendiri malah bermewah-mewahan. Ironi memang. Tapi itulah yang terjadi.
Lantas bagaimana sikap kita? Apakah kita harus mengikuti arus kehidupan yang sudah kebablasan itu?
Ada sebuah syair yang aku kutip dari kitab jawa yang ditulis seorang pujangga Ronggo Warsito begini bunyinya :
Amenangi jaman edan
Ewuh ayah ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni mboya keduman, kaliren wekasanipun
Ndilalah kersane Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lan waspada
( dipetik dari serat Kalatida bait nomor 7, karya Ronggowarsito)
kurang lebih artinya sebagai berikut:
hidup dijaman gila
memang susah
jika tidak ikut tidak akan memperoleh apa-apa, akhirnya menderita kelaparan
namun sudah menjadi kehendak sang kuasa
meskipun orang-orang yang lupa itu hidup makmur
masih lebih bahagia yang senantiasa ingat dan waspada.
Menurutku memang orang yang tetap konsisten berbuat baik itu seharusnya lebih berbahagia dibanding orang yang mengikuti arus kegilaan tersebut. Tapi tetaplah berpikir positif bahwa bila kita mencapai jabatan yang lebih tinggi kita mampu berbuat yang lebih baik lagi dan tidak akan mengikuti kesalahan para pemimpin yang salah.
Menurutku pemimpin yang baik adalah pemimpin yang jika kelompoknya mendapat kesusahan maka dialah yang pertama kali menghadapinya dan jika mendapatkan kesenangan atau kebahagiaan maka dialah yang terakhir kali merasakannya.
Tetaplah semangat untuk meraih cita dan jadilah pemimpin yang amanah.
Salam sukses dan semangat yang luaaaaar biasa.
No comments:
Post a Comment