Monday 10 January 2011

Pemimpin yang seperti inikah yang kita butuhkan saat ini...???



Saya sedang bloging dan menemukan sebuah artikel tentang kepemimpinan yang benar-benar menyentuh hati di republika.co.id. Kisah ini menceritakan bagaimana seorang pemimpin negara dalam menyikapi terpilihnya beliau sebagai khalifah. Bukannya berpesta pora merayakan kemenangan..melainkan meneteskan air mata karena takut tidak bisa mengemban amanah yang diberikan rakyat kepadanya. Bandingkan dengan pemimpin saat ini. Lebih lanjut simak artikel berikut:

Pemimpin yang Sadar Diri

Oleh Muhbib Abdul Wahab

Ketika dibaiat menjadi khalifah, Umar bin Abdul Azis menangis tersedu-sedu. Beberapa penyair mendatanginya dengan maksud menghiburnya, tapi ia menolak. Melihat ayahnya menangis hampir seharian, anaknya juga berusaha mencari tahu penyebabnya, tapi tidak berhasil. Istrinya, Fatimah, lantas menemuinya dan bertanya, "Wahai suamiku, mengapa engkau menangis seperti ini?"

Umar pun menjawab, "Sungguh aku telah diangkat untuk memimpin urusan umat Muhammad SAW. Aku lalu termenung memikirkan nasib para fakir miskin yang sedang kelaparan, orang-orang sakit yang tidak bisa berobat, orang-orang yang tidak bisa
membeli pakaian, orang-orang yang selama ini dizalimi dan tidak ada yang membela, orang-orang yang memiliki keluarga besar tapi hanya mempunyai sedikit harta, orang-orang tua yang tidak berdaya, orang-orang yang ditawan atau dipenjara, serta orang-orang yang bernasib menderita di pelosok negeri ini. Aku sadar dan tahu bahwa Allah pasti akan memintaiku pertanggungjawaban amanah ini. Namun, aku khawatir tidak sanggup memberikan bukti bahwa aku telah melaksanakan amanah ini dengan baik sehingga aku menangis." Seraya menyeka air matanya, ia mengutip ayat, "Sesungguhnya aku takut kepada siksa hari yang besar (kiamat) jika mendurhakai Tuhanku."(QS Yunus [10]: 15).

Adakah pemimpin saat ini yang memiliki kesadaran eskatologis (pertanggungjawaban di hari akhir) seperti Umar? Faktanya, para pemimpin cenderung berpesta pora ketika memperoleh kemenangan dalam pemilu (pilpres dan pilkada), padahal amanah yang diberikan kepadanya itu sungguh berat dan harus dipertanggungjawabkan kepada publik dan di hadapan pengadilan Allah SWT kelak.

Menyadari betapa rakyatnya masih banyak yang miskin, menderita, dan sengsara, Umar memutuskan tidak tinggal di istana, tapi hanya menempati rumah sederhana tanpa pengawal pribadi dan satpam. Beliau juga menolak menggunakan fasilitas negara, termasuk berbagai perhiasan yang diwariskan Khalifah Malik bin Marwan untuk istrinya.

Ketika syahwat politik untuk berkuasa membara, seseorang biasanya menjual diri dengan janji-janji politik yang muluk-muluk. Tapi ketika berkuasa, ia cenderung lupa dan tidak sadar diri. Janji tinggal janji. Keadilan tidak ditegakkan. Kekuasaan dijalankan menurut hawa nafsunya. Rakyat dilupakan, bahkan disengsarakan.

Begitulah potret penguasa yang lupa diri sekaligus lupa Allah SWT. "Janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS al-Hasyr [59]: 19). Karena itu, penguasa harus sadar diri bahwa kekuasaan itu bukan kesempatan untuk meraih kenikmatan, tapi kesempatan untuk mengemban amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan publik dan Allah SWT.

Figur seperti Umar bin Abdul Aziz itulah pemimpin teladan yang sadar diri, tidak lupa rakyat, sekaligus tidak lupa kepada Allah SWT. Sungguh karakter pemimpin seperti itu di negeri ini masih sangat langka, meski kita sudah lama mendambakannya.

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Halo sobat...nama saya Didik Sugiarto.....Saya bukanlah blogger profesional....hanya sekedar hobi ngeblog dan juga belajar cara mencari uang dengan blog.....adsense, amazon, clickbank dll.......semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua.