Semakin maraknya aksi sumpah demi Tuhan...dan sumpah sumpah yang lainnya. Ada baiknya kita menengok kembali ke masa lalu dijaman hipokrates.
Sebenarnya setiap profesi sudah disumpah untuk berbuat yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya untuk kepentingan dan keadilan bersama. Namun bersamaan dengan berjalannya waktu semakin mengkerdilkan arti dan makna sumpah itu sendiri. Bahkan sumpah sudah diobral dengan harga yang sangat murah dan melupakan esensi dari kebenaran dan keadilan itu sendiri.
Begitu pula yang dilakukan tim kuasa hukum antasari kali ini. Yang mencoba mengungkap beberapa kejanggalan dalam proses peradilan yang terjadi dan jelas bertentangan dengan sumpah profesi seorang penegak hukum. Lebih lanjut mengenai ini simak artikel berikut:
Sumpah Hipokrates dan Susahnya Menegakkan Benang Kode Etik
Pada suatu hari, di Yunani 400 tahun sebelum Masehi. Seorang dokter yang juga fisikawan, membuat sumpah yang kemudian hari dicontoh semua kalangan profesi yaitu Sumpah Hipokrates.
Dalam sumpah yang dibuka dengan persaksian kepada Tuhan, Hipokrates yang merupakan murid Herodikus berjanji akan menerapkan cara pengobatan untuk kepentingan pasien sesuai dengan penilaian dan kemampuannya. Dan akan mencegahya dari bahaya dan kesalahan pengobatan.
Tak hanya itu, pengarang buku fenomenal Corpus Hippocraticum juga berjanji tak akan melakukan aborsi, tak memberikan obat yang mematikan dan mendatangi rumah pasien tanpa maksud yang tak layak. Sumpah inilah yang kemudian menjadi pedoman kode etik dokter di seluruh dunia.
Lantas, sumpah ini dianggap sebagai pelopor kode etik berbagai profesi
di berbagai sejarah. Tak hanya profesi kedokteran semata. Rabu (3/3/2010) kemarin, hampir 2,5 abad setelah Sumpah Hipokrates, tim kuasa hukum Antasari Azhar melaporkan hakim yang memutus perkara tersebut ke Komisi Yudisial (KY).
Lewat pengacaranya, Maqdir Ismail, Antasari menilai telah terjadi berbagai kejanggalan yang mereka temukan dalam proses persidangan. Salah satu kejanggalan yakni pertemuan majelis hakim di rumah ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Herry Swantoro. Herry juga merupakan ketua majelis hakim sidang kasus Antasari.
"Pertemuan seperti ini menurut kami sangat tidak layak untuk dilakukan oleh
majelis hakim, karena menurut hemat kami bisa mempengaruhi putusan majelis-majelis lain," kata Maqdir di Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakpus, Rabu kemarin.
Beberapa waktu lalu, MA telah memecat hakim hakim Rizet Benyamin karena secara sah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim serta mengakui perbuatannya. Sedangkan hakim Endratno Rajamai, hakim di PN Serui, Papua, hanya dijatuhi hukuman mutasi serta penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun. Endratno terbukti memeras mantan istrinya hingga 66 kali dengan total Rp 84,5 juta.
Coreng-moreng penegakan kode etik juga terjadi di tubuh Korps Bhayangkara. Akhir bulan Februari, Polres Jakarta Pusat menjatuhkan sanksi bagi 4 polisi yang terlibat dalam rekayasa kasus kepemilikan ganja terhadap pemulung Chairul Saleh (38).
Mereka adalah Kanit Narkoba Polsek Kemayoran Aiptu Suyanto dan Brigadir Rusli dengan penjara 21 hari. Kemudian Aiptu Ahmad Riyanto dan Brigadir Dicky, masing-masing dipenjara selama 7 hari. "Keempat anggota tersebut layak untuk diajukan ke pengadilan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombespol Boy Rafli Amar kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (1/3/2010).
Untuk memperbaiki korpsnya, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri langsung mengeluarkan jurus maut, yaitu memanggil 5.000 Kepala Unit, 500 Kepala Satuan, dan 31 Direktur Serse seluruh Indonesia dalam waktu dekat.
"Kita panggil secara bertahap selesai dalam bulan ini juga. Untuk bagaimana mereka harus berubah. Bagaimana bentuk pengawasan kepada mereka supaya tidak ada lagi penyimpangan," jelas Kapolri
Adanya pelanggaran kode etik juga mengancam korps TNI. Kali ini dilakukan oleh Kolonel SHD yang sedang promosi kenaikan pangkat untuk mendapat bintang satu atau brigadir jenderal. Dia dituduh oleh ULE, perempuan yang dia hamili tanpa ikatan perkawinan. Menanggapi kasus ini, Mabes TNI dan Mabes AD langsung angkat bicara. Lewat Kapuspen TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen, Mabes TNI menyayangkan perilaku SHD.
"Kalau itu terjadi kita sesalkan. Mudah-mudahan itu tidak benar. Sepanjang itu belum terbukti, kita tetap harus menindaklanjuti," ujar Marsekal Muda Sagom Tamboen saat berbincang dengan detikcom, Rabu kemarin.
Bagaimana dengan sikap korps TNI Angkatan Darat yang menjadi induk satuan SHD? Kadispen TNI AD Brigjen Widjonarko malah memberikan reaksi lebih tegas. "Ya nggak boleh kumpul kebo. Istri dua saja nggak boleh. Kita ketat, kalau seperti itu ketahuan risikonya dan sanksinya berat bukan hanya sanksi moral," ujarnya kepada detikcom, Rabu kemarin.
Awal 2010, Indonesia sudah dipenuhi dengan catatan buruk pelanggaran kode etik di berbagai profesi. Bagaimana 10 bulan ke depan?
sumber: detik.com
No comments:
Post a Comment