Tuesday 23 March 2010

Hebohnya makelar kasus pajak, bagaimana sih modus terjadinya korupsi pajak...?

Kasus makelar pajak yang diungkap oleh Pak Susno patut kita perhatikan. Sekaranglah saatnya untuk memperbaiki sistim perpajakan dan kepolisian yang ada di Indonesia. TApi apa yang terjadi...? Bukan nya dimanfaatkan untuk memperbaiki diri...malahan semua mencoba untuk menutup-nutupi kasus ini. Bahkan hampir semua lembaga hukum ramai-ramai memojokkan pak Susno.

Oh ya..bicara masalah pajak memang menarik. Sebenarnya bagaimana sih bisa terjadi korupsi pajak tersebut...simaklah artikel berikut:


Inilah Modus Korupsi Pajak

Di India, korupsi berlangsung di bawah meja. Di China, korupsi terjadi di atas meja. Di Indonesia, sekalian dengan mejanya! Rasanya apa yang dituliskan Asia Times Online beberapa tahun silam ini masih relevan hingga saat ini.

Inspeksi mendadak yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok beberapa waktu lalu tampaknya belum memberikan efek jera bagi para petugas Bea Cukai dan Pajak.

Kasus teranyar datang dari Gayus Halomoan P Tambunan (30), pegawai Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Uang senilai Rp 25 miliar di rekening Gayus dicurigai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang melaporkannya ke polisi. Dalam pemeriksaan, polisi hanya mendapatkan tindak pidana pada uang di rekening itu sebesar Rp 395 juta. Sisanya dinyatakan bersih.

Gayus disangka melakukan pidana korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Selanjutnya, dalam persidangan di PN Tangerang pada 12 Maret 2010, Gayus divonis bebas.

Lepas dari kasus yang membelit Gayus, aktivis antikorupsi Emerson Juntho mengatakan, praktik penggelapan pajak yang dilakukan melalui persekongkolan dengan petugas pajak merupakan salah satu dari pola korupsi pajak yang kerap terjadi di Indonesia. "Ada persoalan pelik dalam praktik korupsi pajak," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (23/3/2010).

Dikatakan Emerson, berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch, ada tiga pola korupsi di bidang pajak. Pola pertama adalah jual beli "lahan basah" di sektor pajak oleh bagian personalia. Dalam hal ini, pegawai pajak membeli posisi jabatan yang "basah" alias mendatangkan uang.

Hal ini juga dilakukan oleh pegawai yang enggan "terlempar" di "lahan kering" ataupun di kantor-kantor pelayanan pajak yang nun jauh di sana. Pola ini turut mendukung budaya korupsi di institusi perpajakan.

Pola kedua adalah praktik pemerasan dari petugas pajak ke wajib pajak. Yang lazim terjadi adalah ketika petugas pajak meminta sejumlah "uang lelah" untuk jasa pengurusan administrasi perpajakan.

Sementara itu, pola ketiga adalah dalam bentuk negosiasi pajak. Pola ini saling menguntungkan antara petugas pajak dan wajib pajak. Wajib pajak mendapatkan pengurangan nilai pajak yang harus dibayarnya secara signifikan setelah menyerahkan sejumlah uang ke petugas pajak.

Pelik

Menurut Emerson, praktik korupsi pajak tergolong pelik. Pasalnya, pegawai pajak saat ini semakin canggih dan lihai bermain "cantik". Terlebih, mereka memiliki latar belakang keilmuan di bidang akuntansi dan hukum sehingga pandai mencari celah. Selain itu, UU Perpajakan pun tidak sepenuhnya mendukung upaya pemberantasan korupsi pajak.

"Undang-undang Perpajakan semacam memberikan imunitas bagi petugas pajak karena tidak memungkinkan data perpajakan untuk diaudit," ujarnya.

Upaya reformasi birokrasi yang digulirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun serasa belum cukup. Seperti diwartakan, upaya-upaya tersebut, misalnya, meningkatkan remunerasi pegawai pajak dan online payment.

Dikatakan Emerson, guna mengikis habis masalah ini, diperlukan upaya reward and punishment. Bagi yang berprestasi, pemerintah harus memberikan reward. "Bagi yang salah, harus dihukum. Dan untuk memberikan efek jera, pelaku pajak jangan hanya pasal pidana biasa, tetapi juga money laundering dan undang-undang tindak pidana korupsi. Harus berlapis. Tren saat ini, pelaku hanya dijerat pasal-pasal KUHP. Ini untuk meminimalisir pelaku bebas dari jeratan hukum," ujarnya.

Selain itu, kesadaran untuk tidak memberikan suap terhadap pegawai pajak juga perlu terus disosialisasikan. Hal ini, misalnya, dapat diwujudkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kadin, pengusaha, dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, seluruh pemangku kepentingan juga harus memerhatikan praktik pungutan pajak, bukan hanya penggunaan pajak seperti yang selama ini digadang-gadang Dirjen Pajak.

sumber:kompas.com

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Halo sobat...nama saya Didik Sugiarto.....Saya bukanlah blogger profesional....hanya sekedar hobi ngeblog dan juga belajar cara mencari uang dengan blog.....adsense, amazon, clickbank dll.......semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua.